Auto Review
Indonesia Pasar Kendaraan Listrik Dengan skor 43 dari 100 Berdasarkan Publikasi ADL Terbaru
Autoplus.id, Jakarta — Perusahaan manajemen konsultan global, Arthur D. Little (ADL) hari ini menerbitkan laporan bertajuk “Unleashing Indonesia’s Electric Mobility Potential” yang isinya mengenai pasar mobil listrik di Indonesia yang bertempat di ruang Padang, hotel Westin Jakarta pada Selasa (1/8).
Dalam laporan itu di sebutkan tentang prioritas pemerintah Indonesia yang mengambil pandangan pragmatis untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik (EV), serta pengembangan industri baterai, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Adopsi kendaraan listrik sangat penting untuk mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan oleh polusi udara dari transportasi jalan, khususnya yang terjadi di beberapa kota besar.
“Industri otomotif merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca paling signifikan di Indonesia, yakni sebesar 27 persen dan menempati peringkat kedua sebagai penghasil emisi terbesar. Mengingat target Net Zero pemerintah pada tahun 2060, dekarbonisasi sektor transportasi memiliki peran penting.” jelas Hirotaka Uchida, Partner Arthur D. Little dan Head of Automotive and Manufacturing practice di Asia Tenggara.
Berdasarkan publikasi ADL terbaru ‘Global Electromobility Readiness Index (GEMRIX) edisi 2022 – 2023, Indonesia termasuk dalam pasar EV yang sedang berkembang dengan skor 43 dari 100 untuk kesiapan Battery Electric Vehicle (BEV) dimana hal ini sejalan dengan negara -negara seperti Uni Emirat Arab dan Thailand.
“Dengan peralihan ke kendaraan listrik, Indonesia berharap dapat mengurangi ketergantungan pada impor minyak, serta akan berkontribusi pada ketahanan energi dan membantu membatasi pengeluaran devisa. Hal ini adalah salah satu prioritas utama pemerintah, mengingat ketergantungannya pada impor minyak dan fluktuasi nilai tukar USD,” ungkap Andreas Schlosser, Partner dan Global Head of Arthur D. Little’s Automotive Practice.
Demi mempercepat adopsi kendaraan listrik, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk mengembangkan rantai pasokan kendaraan listrik end-to-end sejak 2013.
Sampai dengan 2030, Kementerian Perindustrian telah menetapkan target produksi sebanyak 600,000 kendaraan listrik roda empat dan 2,45 juta kendaraan listrik roda dua.
Target yang ambisius ini juga merupakan hasil dari Indonesia Battery Corporation (IBC) yang berencana membangun pabrik baterai dengan kapasitas awal sebesar 10-15 GWh, yang diharapkan dapat digenjot hingga 20 GWh.
Berdasarkan hasil analisis ADL, Indonesia membutuhkan produksi minimal 340.000 kendaraan listrik (56% dari target semula 600.000) untuk memenuhi kapasitas 15 GWh dari permintaan domestik.
Untuk mendukung target tersebut, pemerintah Indonesia telah menawarkan berbagai insentif, seperti pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), insentif bea masuk atas importasi Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) berbasis baterai, insentif pajak terkait Pajak.
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), keringanan biaya pengisian listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Namun, terlepas dari pendekatan komprehensif dan berbagai langkah yang ditawarkan oleh pemerintah melalui dorongan regulasi, tingkat adopsi EV di Tanah Air masih rendah karena berbagai tantangan mendasar.
Dalam studi tersebut, ADL telah mengidentifikasi lima tantangan mendasar terhadap peralihan Indonesia menuju mobilitas listrik yaitu pertama Ketergantungan yang kuat pada produksi Original Equipment Manufacturer (OEM) otomotif yang terbatas.
Kedua berbatasnya pengembangan infrastruktur pengisian daya, Ketiga Pemrosesan nikel yang kurang berkembang.
Keempat Baterai Lithium Ferro Phosphate sebagai ancaman bagi keberadaan Nickel Manganese Cobalt dan Kelima Keseimbangan antara keterkaitan regional dan prioritas nasional.
Pada kesempatan yang sama Akshay Prasad, Manager Arthur D. Little di Asia Tenggara, mengungkapkan bahwa kesuksesan prospek kendaraan listrik Indonesia terletak pada daya tarik OEM baru dari India, Tiongkok, serta pemain lokal yang lebih fokus pada “mengembangkan kendaraan listrik” daripada hanya mengandalkan merek dominan saat ini yang sebagian besar berfokus pada ICE (Internal Combustion Engine).
“Strategi ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mempertimbangkan pengembangan OEM lokal yang selama ini masih kurang.
“Dengan mempromosikan produksi mobil listrik lokal secara strategis melalui insentif yang ditargetkan, seperti pembebasan bea masuk untuk komponen tertentu dan penetapan batas minimum yang lebih tinggi untuk investasi, dapat mendorong masuknya pemain utama dan menandakan pasar yang lebih berkembang,” tambah Prasad.
Terlepas dari tantangan di atas, ADL percaya bahwa Indonesia berada dalam posisi yang tepat untuk berkembang menjadi pusat mobilitas listrik secara global, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Laporan ini menyoroti beberapa bidang utama yang harus diprioritaskan pemerintah Indonesia untuk mencapai target kendaraan listrik yang ambisius, yaitu memprioritaskan penargetan OEM baru dengan penekanan lebih besar pada BEV, memperluas cakupan insentif untuk penyediaan infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik, memulai kerja sama dan dukungan regional, membangun kapabilitas baru di luar NMC dan mendorong produksi lokal secara strategis.
You must be logged in to post a comment Login